Koperasi Digital Jawaban Keresahan Generasi Milenial




Saya berjumpa pertama kali dengan koperasi pada umur 7 tahun berkat ibu, ia membukakan tabungan pertama saya di koperasi. Bertahun-tahun setelah itu, di Bandung, saya mengenal beberapa kolektif dengan semangat swakelola yang menerapkan sistem koperasi. Beberapa usaha itu adalah warung kopi, label rekaman, dan ruang alternatif. Dua tahun yang lalu saya bertandang ke Lawang Buku di Coop Spacesuatu ruang alternatif yang dijalankan dengan sistem koperasi, yang berletak di dalam komplek kampus Universitas Parahyangan. Saya menemui Kang Denny untuk mendengarkan pengalamannya dalam usaha perbukuan untuk menanyakan perihal badan hukum.
Saat itu saya berencana membuat penerbitan, Kang Denny menyarankan bentuk koperasi. Ia menjelaskan kelebihan dan kekurangannya. Koperasi menurutnya, cocok dengan niat kami yang ingin mengerjakan usaha dengan semangat kolektif. Senada dengan itu, Eky yang mengelola Sorge Records, label rekaman independen yang dijalankan dengan sistem koperasi, juga pernah menyampaikan paparan menarik mengenai cara kerja koperasi.  
Koperasi serta irisannya dengan kolektif anak muda milenial membuat saya tertarik untuk mengurai seperti apa irisan koperasi dan kolektivisme.


Chairman Multi Inti Sarana (MIS) Group Tedy Agustiansjah (kiri), bersama CEO Multi Inti Digital Bisnis (MDB) Subhan Novianda (kanan), menunjukan brosur pemaparan mengenai “coopRASI”, produk mobile application dan core system untuk koperasi digital, saat konfrensi pers di Hotel Aston, Purwokerto, Banyumas, Jateng, Kamis (11/7/2019). Sumber foto untuk ilustrasi (klik tautan)

Ilustrasi oleh Kelana Wisnu


Koperasi dan Kolektivisme

Mohammad Hatta memandang koperasi sebagai “sistem ekonomi yang paling baik untuk Indonesia”, sebuah sistem ekonomi yang menurutnya dalam jangka panjang mesti menjadi pilar utama ekonomi Indonesia (Elson, 2001: 211). Koperasi mendahulukan keperluan bersama dan membelakangkan kepentingan perseorangan (Hatta, 1957: 266-267). Sejalan dengan pemikiran Hatta, Soedjono (1960: 4) menegaskan prakondisi yang membuat koperasi lahir adalah keinginan orang-orang untuk meninggalkan persaingan perseorangan dan menggantikannya dengan kerja sama.
Filsafat dasar sistem koperasi menurut Soedjono merupakan rem terhadap praktik ekonomi anti-sosial. Koperasi bukanlah kumpulan modal melainkan kumpulan orang-orang yang tidak mengejar keuntungan perseorangan. Pembagian ekonomi dengan sistem koperasi diberikan seadil mungkin berdasar kerja yang dilakukan para anggotanya. Kerja sama yang menjadi basis kerja koperasi menurut Hatta bertujuan untuk mengeliminasi semua kompetisi yang lazim terjadi dalam sistem kapitalisme. Berdasarkan pendapat Hatta (1953:22), persaingan dalam suatu sistem kapitalisme terjadi karena para pemilik modal akan tersubordinasikan juga bersaing dengan orang-orang yang lebih kaya, lebih berpengalaman, serta rival asing yang lebih individualistik. Maka koperasi merupakan jalan tengah sistem perekonomian dengan asas kolektivisme.
Kolektivisme digarisbawahi oleh Hatta sebagai istilah Barat, tapi istilah tersebut memiliki keterkaitan dengan masyarakat Indonesia yang terbiasa hidup sebagai bagian dari sebuah kolektif. Reeve (1985: 1–47) juga menegaskan bahwa ideologi kolektivisme telah mengakar dalam masyarakat Indonesia yang memiliki prinsip dasar persamaan dan tolong-menolong. Oleh karena itu ekonomi Indonesia seharusnya diatur dengan prinsip tersebut, serta mengubah kolektivisme lama dengan kolektivisme baru berdasarkan prinsip kesetaraan dan solidaritas yang bertujuan mengerjakan sesuatu untuk hasil yang dapat dinikmati bersama (Hatta, 1953: 129).

Mohammad Hatta
Ilustrasi oleh Kelana Wisnu


Orang-orang yang saat ini berumur 20-34, yang digolongkan sebagai generasi milenial adalah penggerak roda ekonomi Indonesia di masa depan. Generasi ini memiliki semangat kolektif yang lebih dibanding generasi sebelumnya. Apakah sistem yang didengungkan sebagai proyek ekonomi pemerintah bertahun-tahun yang lalu itu masih relevan jika ditawarkan kepada milenial? 

Milenial dan Masa Depan Koperasi Indonesia

Jumlah koperasi aktif pada tahun 2018 berdasarkan rekapitulasi Kementerian Koperasi dan UMKM berjumlah 126.343 dengan jumlah anggota 20 juta lebih. Dibanding dengan itu, pada masa sebelum kemerdekaan jumlahnya 574 unit dengan anggota 52.000; komitmen Hatta membuat jumlah koperasi serta anggotanya naik menjadi hampir tiga ribu unit dengan jumlah anggota hampir lima juta setelah kemerdekaan; pada masa akhir Orde Baru, dua puluh juta dari dua ratus juta masyarakat Indonesia tergabung dalam koperasi yang terdaftar (Henley, 2007: 89—90).
Bagaimana kemungkinan keterlibatan generasi milenial dalam pertumbuhan koperasi di masa depan? Apakah milenial dapat menambah jumlah keanggotaan koperasi yang nampak stagnan pada masa akhir Orde Baru sampai sekarang?
Kecenderungan karakter generasi milenial tidak dapat digeneralisasi atau disimpulkan. Generasi milenial merupakan generasi paling terpelajar sepanjang sejarah dan akrab dengan teknologi. Oleh karena itu mereka cenderung skeptis dalam pekerjaan atau bisnis. Keberhasilan bisnis bagi mereka tidak diukur hanya dengan nilai uang, tapi sosial.
Generasi milenial juga cenderung mengambil keuntungan penuh dari kesempatan kolektif (Howe dan Strauss, 2000). Survei Pew Research Center (2010) menunjukan bahwa 57% generasi milenial terlibat dalam organisasi sukarela. Budaya kolektif lebih menarik bagi tujuan karir mereka untuk berkontribusi pada masyarakat (Murray, 2017). Perusahaan yang lebih ramah lingkungan serta memiliki peran sosial pada masyarakat lebih disukai oleh generasi milenial. Tetapi mereka cenderung gampang bosan dalam bekerja karena tidak sesuai dengan minatnya.
Langkah-langkah yang dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan UKM seperti rehabilitasi sebagai upaya pemutakhiran data koperasi yang beroperasi; penerapan teknologi digital dalam setiap manajeman dan pelayanan; serta mendorong kemunculan platform Start up Co-op seperti yang diinisiasi Koperasi Pemuda Indonesia (Kopindo) merupakan terobosan yang dapat menjadi harapan bagi milenial yang gampang bosan serta memiliki semangat kolektif tersebut. Selain inisiasi tersebut, aplikasi koperasi digital coopRASI yang baru saja diluncurkan oleh Multi Inti Digital Bisnis (MDB) juga cocok dengan generasi milenial yang akrab dengan teknologi serta terpelajar. 
Tedy Agustiansjah, Chairman Multi Inti Sarana Group menerangkan bahwa aplikasi coopRASI memiliki beragam fitur yang memudahkan koperasi digital dengan cara melihat simpanan, pinjaman, melihat sisa hasil usaha melalui smartphone. Hal itu demi menunjang serta memudahkan pengelolaan serta pencatatan segala jenis transaksi, seperti yang dikatakan oleh Subhan Novianda, CEO PT Multi Inti Digital Bisnis. coopRasi memiliki dua produk untuk menunjang koperasi digital yaitu, coopRasi Core System dan coopRasi Mobile Apps
       Dengan menggunakan coopRasi Core System para pegiat koperasi dapat meningkatkan valuasi sebuah koperasi. Produk ini juga ditunjang enterprise resource planning (ERP) dilengkapi modul untuk menunjang koperasi. coopRasi Mobile Apps hadir untuk memudahkan transformasi digital koperasi. 
MDB melakukan rebranding koperasi dengan menggunakan aplikasi digital untuk menyambut generasi milenial. Rebranding koperasi dapat dimaksimalkan dengan menggunakan media sosial secara efektif, terarah, dan terukur seperti yang disampaikan Ketua Kopindo Pendi Yusuf dalam Cooperative Talk (Cooperative, 2017: 8). Langkah ini signifikan untuk menarik minat generasi milenial.
Menurut Badan Pusat Statistik, pada tahun 2019 jumlah milenial diproyeksi sebanyak 23,77 persen dari total populasi Indonesia yang berjumlah 268 juta jiwa. Angka tersebut menunjukan signifikansi generasi milenial dalam masa depan ekonomi Indonesia.
Generasi milenial percaya bahwa bisnis berdampak bagi masyarakat, tetapi survei Delloite mengatakan mereka berharap lebih—hal ini menjadikan peluang bagi bisnis koperasi untuk hadir. Fokus koperasi yang bertujuan mendorong kesejahteraan para anggotanya serta masyarakat sekitar, ditambah nilai-nilai koperasi seperti prinsip demokratis, kesetaraan, keadilan selaras dengan gaya hidup milenial. Tetapi jumlah generasi milenial yang cukup besar dalam populasi juga memiliki ketakutan.


Koperasi Jawaban Keresahan Generasi Milenial

Generasi milenial menurut survei Millenial: Understanding A Misunderstood Generation memiliki ketakutan serupa, yaitu: tidak memiliki kesempatan untuk berkembang; tidak mampu menemukan tujuan karir, serta tidak dapat menemukan pekerjaan yang sesuai kepribadian. Tetapi seperti yang disebut di atas, mereka memiliki nilai lebih, yakni kepekaan sosial.
Krisis ekologis, sosial-politik, dan ekonomi yang terjadi belakangan yang masih akan berlanjut di masa mendatang adalah beberapa faktor yang memperburuk ketakutan itu. Persoalan lapangan pekerjaan, hunian, serta minimnya optimisme adalah dampak dari bertumpunya penggerak ekonomi pada segelintir orang dalam sistem ekonomi kapitalisme.
Ketakutan tersebut dapat ditangguhkan dengan cara menerapkan sistem yang berakar dalam kebudayaan sosial Indonesia serta mempunyai target berkelanjutan dalam pengembangan kesejahteraan. Koperasi sebagai media pencapaian kesejahteraan yang adil berimbang dapat menjadi jalan tengah bagi generasi milenial yang memiliki kepekaan sosial serta untuk mengeratkan budaya kolektif dalam masyarakat.
Wajar saja, Kang Denny menyarankan saya dulu mengadopsi sistem koperasi. Pemuda seperti Eky dan kawan-kawan yang lain juga menjalankan sistem tersebut. Jika usaha kecil berdiri sendiri atau dengan kekuatan modal pribadi yang minim tanpa diiringi kesadaran kolektif, usaha kecil tersebut niscaya akan tergerus kekuatan yang lebih besar serta musykil dapat bertahan dalam umur yang lama. 
      Saya sekarang menjadi mahfum soal irisan koperasi dan kolektif anak muda yang saya temui. Jalan satu-satunya untuk menghadapi masa depan, meminjam ungkapan Terry Eagleton, “yang penuh harapan tapi minim optimisme itu” adalah dengan bekerja sama dan bersolidaritas dengan koperasi. Start Up Coop dan koperasi Digital coopRASI yang dikembangkan Multi Inti Digital Bisnis adalah masa depan koperasi dan generasi milenial. []
           
Daftar Pustaka:

Cooperative. 2017. Cooperative edisi Oktober 2017.
                         
David, Henley. 2007. “Custom and Koperasi:  the co-operative ideal in Indonesia” dalam Davidson, James S dan David Henley. ed The Revival of Tradition in Indonesia Politics: The deployment of adat from colonialism to indigenism. New York: Routledge.

Elson, R.E. 2001. Suharto: a political biography, Cambridge: Cambridge University Press.

Hatta, Mohammad. 1953. Kumpulan Karangan, vol. 1. Jakarta: Balai Buku Indonesia.

_____________. 1957. The Co-operative Movement in Indonesia. New York: Cornell University Press.

Howe, Neil dan William Strauss. 2000. Millenials Rising: the next great generation. New York: Vintage Book.

Murray, Anthony. 2017. “Support, empower and influence: Whay youth are looking for in ethical business” diakses pada 7 Oktober 2019

Pew Research Center. 2010. Millennnials: Confident. Connected. Open to Change. Washington: Pew Research Center. 

Reeve, D. 1985. Golkar of Indonesia: an alternative to the party system, Singapore: Oxford University Press.

Soedjono. 1960. “Koperasi dan Sosialisme Indonesia” dalam Siasat Baru No. 680, 22 Juni 1960.




6 komentar:

  1. Wah tulisan yang menarik. Melalui tulisan bung, saya pikir sistem koperasi ini mampu membawa para milenial untuk lebih merasakan manfaat kebiasaan gotong royong. Meningkatnya aktivitas gotong royong dalam lingkungan koperasi memberikan peluang bagi para pengusaha milenial yang mengalami masalah pribadi untuk menyelesaikan permasalahan tsb bersama2 karena "berat sama dipikul, ringan sama dijinjing". Koperasi juga menghilangkan sekat persaingan individu yang tidak sehat menjadi sebuah upaya untuk maju bersama menuju kesejahteraan kolektif.

    BalasHapus
  2. Bagusss bngt ..menginspirasi

    BalasHapus
  3. mantap, apresiasi buat ilustrasinya pak.

    BalasHapus
  4. Wow, koperasi membuka mata generasi milenial, bahwa zaman yang mereka hadapi tidak melepaskan generasi milenial dari kodrat manusia sebagai makhluk sosial.

    BalasHapus
  5. Dari dulu selalu iri dengan orang-orang di desa yang masih menerapkan sistem koperasi. Di kota, orang-orang sudah sibuk dengan pengelolaan keuangannya masing-masing. Semoga dengan adanya ide ini, anak-anak muda lebih kolektivis khususnya dalam hal simpan pinjam di koperasi yeaaay!

    BalasHapus